Senin, 08 Desember 2014

WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM



WANPRESTASI

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining, S.H, M.H

 













Disusun Oleh :

Ita Noviana                            (212154)
Liadatun Mas’ulah               (212155)
Zainal Abidin                         (212156)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / EKONOMI ISLAM
TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon) tidak ada yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Maka diperlukan adanya hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain berupa perikatan, termasuk dalam pencapaian kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia satu dan manusia lainnya berbeda sesuai usia dan status sosialnya.
Dahulu kala, orang melakukan perikatan dengan yang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter (penukaran barang dengan barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan kemudian berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban cara hidup manusia memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melakukan transaksi (akad) secara langsung, tapi juga bisa dengan kredit, dan lain-lain bahkan ada perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perikatan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Akibat kian hari kian banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak diiringi dengan jumlah pendapatan, maka lahirlah ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah dibuat yang dinamakan Wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak kreditur, baik perjanjian itu berupa sepihak (cuma-cuma) maupun timbal-balik (atas beban).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan wanprestasi ?
2.      Bagaimana wujud wanprestasi ?
3.      Apa saja sebab dan akibat wanprestasi ?
4.      Bagaimana cara penyelesaian wanprestasi di Pengadilan ?
5.      Bagaimana sanksi dan ganti rugi terhadap wanprestasi ?
6.      Apa perbadaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH)?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wanprestasi
Wanpresentasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Somasi sendiri  merupakan terjemahan dari ingerbrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH perdata.[1]
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Menurut kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.[2] Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian[3] dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.[4]
Wanprestasi berarti tidak melakukan apa yang menjadi unsur prestasi, yakni:
1.      Berbuat sesuatu;
2.      Tidak berbuat sesuatu; dan
3.      Menyerahkan sesuatu.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan;
2.      Partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.
Seorang debitur baru  dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.[5]

B.     Wujud Wanprestasi
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.[6] Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1.      Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Contoh: A dan B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek Snoopy dengan harga Rp 13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2011 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan yang jelas.
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor Miu bukan merk Snoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor Snoopy, namun datang pada jam 14.00.
4.      Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan membawa motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.[7]

C.    Sebab dan Akibat Wanprestasi
Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut[8]:
1.      Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
a.       Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
b.      Faktor keadaan yang bersifat general;
c.       Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d.      Menyepelekan perjanjian.
2.      Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut[9]:
1.      Perikatan tetap ada;
2.      Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);
3.      Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa;
4.      Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1.      Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata);
2.      Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
3.      Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata);
4.      Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.[10]

D.    Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang.[11]
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.[12]
Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya  (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut:
1.      Overmacht;
2.      Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan
3.       Kelalaian kreditur.
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut apa-apa dari debitur tersebut.
Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:
1.      Menuntut hak pemenuhan perjanjian;
2.      Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUH Perdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).[13]
a.       Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur;
b.      Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan
c.       Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.
3.      Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.[14]
4.      Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;
5.      Meminta/ menuntut ganti rugi saja.
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.

E.     Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.[15]
Kewajiban  membayar  ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya.  Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).[16]
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
1.      Conditio Sine qua Non (Von Buri)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A;
2.      Adequated Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.[17]
Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.

  1. Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Banyak yang mengira wanprestasi adalah bagian kesatuan dari perbuatan melawan hukum, banyak praktisi hukum sekalipun menganggap bahwa wanprestasi adalah perbuatan melawan hukum (genus spesific). Banyak kasus contohnya dalam suatu perjanjian, si A meminjam uang kepada si B dengan dasar surat perjanjian, kemudian A cidera janji atas perjanjian tersebut, kemudian B dengan banyak bicara akan menuntut A ke pengadilan kemudian membuat surat gugatan. Hal ini salah besar karena kita harus melihat kaidah kaidah hukum itu sendiri sebelum membuat surat gugatan karena jika dicampur adukan akan menimbulkan kekeliruan posita, bisa saja A dapat tuntutan karena perbuatan melawan hukum tapi bisa saja tidak, kembali lagi kepada asas kebebasan berkontrak. Namun dalam perbuatan melawan hukum timbulnya hak menuntut ketika melakukan perbuatan yang dilarang Undang- Undang.
Maka dari itu sebelum menuntut dan membuat surat gugatan anda perlu mengetahui tentang perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hokum
1.      Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya ada suatu perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban, dikatakan wanprestasi saat pihak yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya, sehingga penyelesaiannya dapat melalui jalur negosiasi, mediasi, atau yang tertera sebelumnya pada perjanjian. Sedangkan perbuatan melawan hukum ialah bersumber dari Undang-undang bukan berdasarkan perjanjian hasil persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan hukum atau tidak sesuai dengan hukum maka akibatnya hukuman pidana atau pertanggung jawaban perdata.
2.      Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi kepada pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian awal, apakah dia cidera janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.
3.      Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan semula (restoration to original condition, herstel in de oorpronkelijke toestand, herstel in de vorige toestand)[18]


CONTOH KASUS
Di Desa Kecamatan Karangbatu, Kelurahan Makmur Jaya, terjadi suatu perjanjian antara dua kepala keluarga berkenaan dengan perjanjian tempat tinggal antara keduanya (25/05/2013). Sebut saja pihak pertama yaitu Bapak Suherman beserta istri dan kedua anaknya sebagai pihak yang membutuhkan tempat tinggal sementara karena keluarga ini sedang mengalami masalah ekonomi sehingga hilang kepemilikan tempat tinggal sebelumnya. Bapak Suherman memiliki teman akrab bernama Bapak Jali yang berperan sebagai pihak kedua dalam kejadian ini. Bapak Jali bersedia membantu keluarga Bapak Suherman dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pak Suherman dan keluarganya.
Bahwa keluarga Pak Suherman bisa menempati salah satu dari rumah yang dimiliki oleh pak Jali, tetapi Pak Suherman harus mampu membayar uang sewa rumah tersebut sebesar Rp.500.000/bulan tepat setiap tanggal 25. Apabila terjadi tunggakan/penundaan pembayaran sewa rumah tersebut berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, maka Bapak Jali berhak mengusir keluarga Pak Suherman dari rumahnya.
Hingga pada bulan ketiga Bapak Suherman menempati rumah tersebut, ia dan keluarganya belum juga mampu membayar sewa rumah sesuai kesepakatan dengan pak Jali. Pak Jali pun menderita kerugian dengan kejadian ini. Sehingga beliau dengan terpaksa harus mengusir keluarga pak Suherman setelah memberikan beberapa dispensasi sebagai seorang teman seperti memaklumi penundaan pembayaran selama 3 bulan lamanya dan tidak menuntut ganti rugi bayaran selama 3 bulan tersebut.
Analisa:
·         Jenis perbuatan : Wanprestasi/Cidera Janji
·         Subyek hukum : Bapak Suherman dan Bapak Jali
·         Peristiwa hukum adalah Segala kejadian kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam babVII Buku III KUH Perdata yang berjudul “Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata. Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “ Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”
Alasan :
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Bentuk-bentuk Wanprestasi :
1.      Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2.      Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3.      Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.      Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam kejadian diatas termasuk bentuk wanprestasi yang pertama, dimana bapak Suherman tidak melaksanakan janji yang telah disepakati sama sekali. Ia lalai untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang menyewa rumah.

CONTOH KASUS PERDATA

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Almarhum nyai HJ munah mahripah mempunyai sebidang tanah di kawasan industri candi kecamatan semarang barat  atas tanah seluas 25.000 m²,dengan batas-batas sebagai berikut:
Utara : Tanah milik Benjo
Selatan : Jalan Raya Industri Candi
Barat : Tanah milik A Ching
Timur : Pabrik Semen 2 Roda
Tanah tersebut di wariskan kepada Deden Peot, umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Desa Bringin RT 8 RW 2 Kelurahan Tambak Aji Kecamatan Ngaliyan Semarang, pada tanggal 9 september 1999 dengan nomor wasiat 16/APW/1999/PA.SR tanggal 9-9-1999.
Pada semasa hidupnya, tanggal 11 januari 1955 Nyai Hj. Munah Mahripah melimpahkan wewenang atas tanah Nyai Hj. Maunah Mahripah yang seluas 20.000 m2 untuk digarap oleh H. Muslih Rahmat berdasarkan Surat Kuasa untuk mengusahakan pertanian di atas tanah Nyai Hj. Maunah Mahripah dengan padi serta palawija dan hasilnya dijual ke Pasar Jrakah, dengan menyetorkan hasil keuntungan bersih secara bagi hasil 80% untuk Hj. Maunah Mahripah dan 20% untuk H. Muslih Rahmat. Sedangkan sisanya, yakni 5.000 m2 akan dibangun rumah.
Pada tanggal 4 Juli 1980, Nyai Hj. Maunah Mahripah meminjam uang sebesar Rp 6.000.000,00 dengan bunga 2,5 % tiap bulan berdasarkan Akta Perjanjian Hutang No. 500/PH/VII/1980 untuk membangun sebuah rumah diatas tanah Kawasan Industri Candi kepada Udin Prasetyo Betoro Kolo, umur 45 tahun, agama Kristen, tempat tinggal di Ringin wok RT 1 / RW 1 Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Semarang.
Nyai Hj. Maunah Mahripah menjaminkan tanahnya dan menyerahkan salinan Akta tanah kepada Udin Prasetyo Betoro Kolo, sebagai jaminan atas Perjanjian Pinjaman berdasarkan Akta Penjaminan Pelunasan Pembayaran No. 100/JP/VII/1980 tertanggal 4 juli 1980.
pada tanggal 25 Desember 1980 Nyai Hj. Maunah mahripah telah melunasi hutangnya berserta bunga 2,5 % sebulan kepada Udin Prasetyo Betoro Kolo di hadapan Izzuddin, S.N., Notaris di Semarang dibawah Akta Pelunasan Hutang No.123/L-80.
Sekitar akhir tahun 1981, tanpa sepengetahuan, tanpa hak dan tanpa seizin Nyai Hj. Maunah mahripah,PT.Praharja Setia Selalu Kawasan Industri Candi dengan persetujuan Udin Prasetyo Betoro Kolo telah mengajukan permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Nyai Hj. Maunah mahripah secara melawan hukum, dengan menyertakan Salinan Akta tanah. Dengan dalih bahwa hutangnya belum dilunasi.
Tanah tersebut dibangun sebuah perusahaan besar yang kini kita kenal dengan PT. Praharja Setia Selalu di Kawasan Industri Candi.[19]





PASAL-PASAL KUH PERDATA
1)      Pasal 1243 KUH Perdata, berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
2)      Pasal 1267 KUH Perdata, berbunyi: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
3)      Pasal 1236: “Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya dengan sebaik-baiknya untuk menyeIamatkannya.”
4)      Pasal 1237: “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.
5)      Pasal 1238: “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
6)      Pasal 1244: “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya.”
7)      Pasal 1245: “Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
8)      Pasal 1246: “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang bo!eh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan.”
9)      Pasal 1247: “Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharap atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukannya.”
10)   Pasal 1248: “Bahkan jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya debitur, maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak dilaksanakannya perikatan itu.”
11)  Pasal 1249: “Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu.”
12)  Pasal 1250: “Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian o!eh kreditur. Penggantian biaya,. kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.”
13)  Pasal 1251: “Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permohonan di muka Pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.”
14)  Pasal 1252: “Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan. Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk pembebasan debitur.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
2.      Wujud Wanprestasi
a.       Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b.      Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
c.       Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
d.      Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
3.      Sebab dan Akibat Wanprestasi
a)      Sebab adanya wanprestasi
-          Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
-          Adanya keadaan memaksa (overmacht).
b)      Akibat wanprestasi
-          Perikatan tetap ada
-          Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
-          Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur.
-          Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
4.      Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulhay, Marhainis. 2004. Hukum Perdata Materil. Jakarta : Pradnya Paramita.
Advokatku. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html. diakses. 27 September 2014.
Ikhwan, Yogi. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa. http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/. diakses. 27 September 2014.
Jawi, Rohmadi Hukum Kontrak. http://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/. diakses 27 September 2014.
Kompasmania, Hokum. Wanprestasi. http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi/ . diakses 27 September 2014.
M.S., Salim H.S.,S.H., 2003. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.
Pramono, Nindyo. 2003. Hukum Komersil, Jakarta: Pusat Penerbitan UT, cet. 1.
Subekti. 1991. Hukum Perjanjian. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: PT. Intermasa.
Subekti. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh enam. Jakarta: Pradnya Paramita.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaiman, SH., MM., Abdul Rosyid. 2004. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Prenada Media.
Hokum kompasiana. Bedakan Wanprestasi Dengan PMH Perbuatan Melawan Hukum. http://hukum.kompasiana.com/2014/04/14/bedakan-wanprestasi-dengan-pmh-perbuatan-melawan-hukum-646893.html. diakses, 6 September 2014.
Joyo Negoro. Contoh Kasus Perdata Perbuatan Melawan. http://joyonegoro.blogspot.com/2011/01/contoh-kasus-perdataperbuatan-melawan.html. diakses pada 06 Oktober 2014.


[1] Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal. 96.
[2] Sudarsono. Kamus Hukum. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 578.
[3] Rohmadi Jawi. Hukum Kontrak. http://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/. diakses 27 September 2014.
[4] Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil. (Jakarta : Pradnya Paramita, 2004), hal. 53.
[5] Salim H.S.,S.H.,M.S. Op Cit, hal. 98-99.
[6] Yogi Ikhwan. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa. http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/. diakses. 27 September 2014.
[7] Abdul Rosyid Sulaiman, SH., MM. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 44.
[8] Rohmadi Jawi, Op, Cit.
[9] Salim H.S.,S.H.,M.S. Op, Cit, hal. 99.
[10] Rohmadi Jawi, Op, Cit.

[11] Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh enam. (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), hal. 147.
[12] Subekti, Hukum Perjanjian. Cetakan Ketigabelas. (Jakarta: PT. Intermasa, 1991), hal. 45.
[13] Advokatku. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html. diakses 27 September 2014.
[14] Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 148.
[15] Hokum Kompasmania. Wanprestasi. http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi/ . diakses 27 September 2014.
[16] Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. hal. 148.
[17] Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), cet. 1, hal. 223.
[18] Hokum kompasiana. Bedakan Wanprestasi Dengan PMH Perbuatan Melawan Hukum. http://hukum.kompasiana.com/2014/04/14/bedakan-wanprestasi-dengan-pmh-perbuatan-melawan-hukum-646893.html. diakses, 6 September 2014.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Casinos in California - JTM Hub
    Check out the top 목포 출장샵 casinos 광주광역 출장안마 and get a 동해 출장안마 casino bonus on 공주 출장샵 your first deposit. Use 김제 출장안마 our casino bonus code JSTARS to get $10 FREE!

    BalasHapus